Update : Memahami Peta Kerusuhan Papua, dan Siapa Saja Yang Bermain



Pemain lapangan isu Papua
  • Banser - Ansor - Ormas Peliharaan SBY-LBP
  • Abu Janda, Ferdinand Hutaean
  • Tagar, Viva, Kompas, MetroTV dst.
  • Oknum TNI
  • Gub Papua - Papua Barat
Framing: 

Provokasi Rasis oleh FPI - UAS = Gagal

Aksi massa - kerusuhan berlanjut

Target akhir?

Pembiaran berbagai aksi massa/kerusuhan di Papua sejak 20 Agustus hingga 29 Agustus ditenggarai sebagai strategi penguasa rezim Jokowi jilid II mengumpulkan bukti cukup sebagai dasar pembenahan internal TNI - POLRI dan penangkapan seluruh dalang/pelaku rekayasa Isu Papua. Keraguan menindak tegas pelaku kerusuhan dan aksi massa demo pengibar bendera Bintang Kejora di Istana Negara dan Markas Besar TNI AD yang ditunjukkan POLRI mengindikasikan POLRI berupaya menahan diri agar tidak terseret dalam konflik TNI - Polri sebagaimana diinginkan dalang. Sikap terkesan menghindar terlibat dalam isu Papua dari Presiden Jokowi mengindikasikan para dalang kerusuhan Papua adalah kelompok elit politik yang selama ini dekat dengan Presiden Jokowi.

Framing isu - opini menempatkan FPI - UAS sebagai pemicu kerusuhan Papua - berbagai aksi massa Papua di kota se-Jawa sudah gagal total

Tapi kegagalan itu tidak menghentikan para dalang terus memainkan isu Papua untuk kepentingan politiknya meski sangat merugikan rakyat dan negara.

Pertanyaan besar

MengapaTNI tidak paparkan hasil pemeriksaan 5 oknum TNI provokator rasis pada mahasiswa Papua saat mereka bersama Banser menyerang asrama Papua - Surabaya 16/8

Mengapa provokasi itu direkam video dan disebarkan?

Siapa dalangnya di balik Banser dan Oknum TNI ?

Dalang Kerusuhan Papua adalah oknum yang memerintahkan media Tagar untuk memfitnah FPI dan oknum yang memerintahkan Ferdinan Hutahean dkk melaporkan UAS ke Polda.

Dalang kerusuhan Papua mudah diketahui publik jika Pihak TNI mempublikasikan hasil pemeriksaan terhadap 5 anggota TNI pelaku provokasi rasis terhadap mahasiswa Papua saat penyerangan asrama mahasiswa Papua oleh ormas Banser dan oknum TNI di Surabaya pada 16 Agustus 2019. Kegagalan memfitnah FPI dan UAS sebagai pemicu kerusuhan Papua ternyata tidak menghentikan para dalang untuk terus memainkan isu Papua dengan mengorbankan banyak jiwa, harta benda dan membahaya kedaulatan negara.

Tekanan untuk mengancam Presiden Jokowi terus dilakukan oleh pihak anti rekonsiliasi

Setelah Papua dan Papua Barat, menyusul Jambi. Semua Gubernur dari daerah bergejolak ini dari Demokrat dan Nasdem. Kemudian akan Menyusul Aceh dan NTT (SBY-LBP-Paloh biang kerok kerusuhan).

Tuduhan menyebut TPNPB dan ULMWP pelaku di balik aksi kerusuhan di Manokwari dan beberapa kota di Papua di antaranya muncul pada situs free west Papua . Menurut TPNPB - ULMWP itu adalah situs palsu milik Pemda Papua Barat. namun, TPNPB-ULMWP membantah terlibat

https://freewestpapua-indonesia.com

Pada 22 Agustus 2019

Dua Organisasi Papua Merdeka: TPNPB dan ULMWP membantah keterlibatannya dalam aksi kerusuhan di Manokwari dan beberapa kota lain di Papua. Mereka menyebutnya sebagai rekayasa dari elit Jakarta untuk memfitnah Gerakan Papua Merdeka.

Pada 5 Juli 2019

Kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) membantah telah bersekutu dengan Serikat Gerakan Pembebasan untuk Papua Barat (ULMWP). TPNPB-OPM menyebut hal itu "propaganda murahan" dari Benny Wanda

Pada 17 Juli 2019

Dewan Kota Oxford memberikan penghargaan "Oxford Freedom of the City Award" kepada Benny Wenda sebagai apresiasi Kota Oxford atas didirikannya Free West Papua Campaign Office di Oxford, Inggris pada 2013 lalu Kemenlu RI mengecamnya sebagai "melukai rakyat Indonesia"

Pada 22 Juli 2019

Delapan anggota "House of Lords" Inggris meminta menteri luar negeri untuk mengambil sikap tegas menentang pelarangan semua media asing, LSM, dan lembaga kemanusiaan memasuki Papua Barat oleh Pemerintah Jokowi

Kongres Amerika menunda pembahasan isu Papua meski telah mencatatnya dalam agenda isu yang akan dibahas pada 2018. Pembahasan isu Papua, tidak akan dilakukan dalam waktu dekat dan jika dilakukan pada masa mendatang terbatas hanya pada pelaksanaan HAM di Papua oleh Jakarta. Kemenlu Australia menegaskan: “Australia mengakui kedaulatan Indonesia atas Papua, sesuai Lombok Treaty 2006. Australia tidak akan mendukung upaya apapun untuk melemahkan kedaulatan Indonesia atas Papua dalam forum apa pun, termasuk Pasific Islands Forum (PIF)".

Dunia internasional menilai tindakan aparat mengatasi kerusuhan di Papua, disusul tindakan pencegahan sudah sesuai prosedur dan tidak ada pelanggaran HAM oleh aparat keamanan Indonesia. Mayoritas media internasional menyebut penyebaran video mengenai penangkapan 43 mahasiswa Papua di Asrama Surabaya yang disertai dengan ejekan bernuansa rasis oleh aparat keamanan pada 16 Agustus 2019 sebagai pemicu meletusnya berbagai kerusuhan di Papua 20-22 Agustus 2019.

Pemerintah Inggris - meski menilai Act of Free Choice Papua (Pepera) sebagai sebuah proses yang benar-benar cacat (an atterly flawed process) namun juga mengakui bahwa tidak ada petisi internasional yang pernah diajukan untuk mempertanyakan legitimasi Indonesia atas Papua.

12 Agustus 2019

Pada Pacific Islands Forum (PIF) di Tuvalu, pemimpin gerakan Papua Merdeka Benny Wenda menyampaikan kekecewaan dan penyesalannya kepada Australia dan Selandia Baru yang tidak pernah sama sekali "membahas" isu Papua.

Pada Mei 2019

Untuk pertama kali pemerintah Inggris melalui Menteri Urusan Asia Pasifik menyampaikan pandangannya mengenai "Act of Free Choice" atau PEPERA Papua sebagai "an flawed process" (sebuah proses yang benar-benar cacat)

Pada 8 Mei 2019

Untuk pertama kali Parlemen Inggris menggelar debat mengenai Papua dan isu pelanggaran HAM di Papua (https://hansard.parliament.uk/commons/2019-05-08/debates/01b3c1c1-872a-470f-811a-6f17091fcfff/westpapuahumanrights)

Dugaan Keterlibatan mantan Presiden SBY pada kerusuhan Papua harus diungkap Polri. Kehadiran wartawan Kompas TV 1 jam sebelum DPRD dibakar massa bukti bahwa kerusuhan Papua bukan spontan tapi direkayasa oleh Dalang di Jakarta.


Hingga 29 Agustus 2019 gejolak Papua sudah memasuki hari ke – 11 terhitung sejak meletusnya aksi kerusuhan massa dan pembakaran gedung DPRD Papua Barat di Manokwari pada Senin 19 Agustus lalu.Disebutkan teriakan provokasi bernuansa rasis dan penghinaan terhadap mahasiswa Papua saat penyerangan ke asrama mahasiswa Papua di Surabaya pada Jumat, 16 Agustus yang entah mengapa direkam video dan beredar luas dituding sebagai pemicu aksi massa di Manokwari yang berujung pembakaran gedung DPRD Papua Barat.

Banser dan Oknum TNI Pemicu Rusuh Papua

Rekayasa membentuk opini publik yang keliru – tidak berdasarkan fakta dengan mem-framing opini dan penyebaran hoax seputar penyerangan asrama mahasiswa Papua – provokasi teriakan – aksi massa dan kerusuhan di Manokwari, terlihat jelas dengan mencuatnya banyak tuduhan kepada FPI sebagai ormas penyerbu asrama mahasiswa Papua yang disebarkan media tertentu.



Provokasi rasisme terhadap warga Papua yang disebut sebagai pemicu kerusuhan dan berbagai aksi massa di berbagai kota di Papua dan Papua Barat, di Surabaya, Semarang, Bandung dan Jakarta, memang terlihat pada awalnya sengaja diarahkan kepada FPI.Namun, ketika tuduhan itu terbukti salah, di mana Banser – Ansor terbukti di berbagai rekaman video sebagai ormas penyerbu dan oknum TNI sebagai provokator rasisme, tuduhan terhadap FPI mereda, tetapi aksi massa demontrasi dan kerusuhan di Papua tetap berlanjut.

Gagal Memfitnah FPI – UAS

Tidak hanya FPI yang jadi sasaran fitnah para dalang aksi massa dan kerusuhan Papua, Ustad Abdus Somad juga dijadikan sasaran serangan fitnah dengan melambungkan tuduhan rasis atas materi ceramah UAS pada tiga tahun lalu. Untuk menciptakan opini sesat di benak publik, UAS dilaporkan ke polisi atas tuduhan menista agama kristen dan salib.

Jelas terlihat rencana framing opini yang sedang dibangun: “UAS – FPI sebagai pemicu kerusuhan Papua dan maraknya aksi massa Papua di berbagai kota di Jawa dan Papua”.Rencana dalang kerusuhan Papua ini ternyata gagal total. Namun, hal itu tidak menghentikan rencana dalang untuk terus memainkan isu Papua hingga hari ini (19/8).

Melihat benang merah antara rencana awal menjadikan UAS dan FPI sebagai sasaran fitnah dengan menciptakan opini sesat bahwa FPI-UAS sebagai pemicu kerusuhan Papua dengan temuan fakta bahwa ormas Banser dan oknum TNI sebagai penyerang asrama Papua dan provokator rasis, plus fakta bahwa media seperti Kompas dan Vivacoid berada di barisan terdepan dalam melalukan framing opini , maka diduga kuat kelompok SBY, HP dan LBP adalah dalang dari kerusuhan Papua dan maraknya aksi massa di Jawa dan Papua.

Dugaan ini semakin terbukti dengan pembiaran dan sikap permisif aparat terhadap aksi massa demo yang leluasa mengibarkan bendera Bintang Kejora di depan Istana Negara dan Markas Besar TNI AD.

Sudah jadi rahasia umum SBY – HP – LBP selama ini adalah pembina dan pelindung Banser / Ansor – JIL dan aktivis-aktivis sekuler liberal anti Islam.

Kelompok SBY-HP-LBP memiliki motif terbesar di balik kerusuhan Papua dan maraknya aksi massa Papua selama sepuluh hari terakhir. Posisi politik mereka yang terjepit karena bakal tersingkir dari penguasa rezim Jokowi jilid 2, akibat digulirkannya rekonsiliasi oleh Megawati-Budi Gunawan-Jusuf Kalla dan Prabowo.

Lengsernya kelompok SBY-LBP dari kekuasaan akan membawa bencana besar. Setidaknya, KPK akan kembali menyidik berbagai kasus korupsi yang menyasar LBP, SBY dan Cikeas.

Merekayasa kerusuhan di Papua dan berbagai aksi massa Papua di Jawa diharapkan dapat membuka pintu bagi SBY-LBP-HP-Paloh dan kawan-kawan untuk tetap jadi penguasa di rezim Jokowi II.

Tuntutan Pembubaran Banser

Berbeda dengan Gubernur Papua Lukas Enembe yang seolah-olah tidak tahu bahwa ormas Banser selaku pihak penyerang asrama mahasiswa Papua di Surabaya pada 16 Agustus 2019 meski video yang membuktikan Banser terlibat sudah beredar luas, massa demo di Sorong, Papua pada 21 Agustus lalu menyerukan tuntutan pembubaran ormas Banser yang dituding sebagai pemicu kemarahan warga Papua.

Di samping itu, warga Sorong Papua juga mendesak pemecatan terhadap 5 anggota TNI yang ikut penyerangan asrama mahasiswa Papua di Surabaya, yang terbukti menjadi provokator makin rasis terhadap mahasiswa Papua.


Pihak Kodam Brawijaya mengatakan telah memberi sanksi skorsing kepada 5 oknum TNI pelaku penyerangan dan provokasi rasis.

Namun, Kapendam Brawijaya tidak pernah mengungkap hasil pemeriksaaan terhadap para pelaku yang dituding sebagai pemicu kerusuhan Papua sejak 19 Agustus hingga 29 Agustus kemarin.

Padahal hasil pemeriksaan terhadap kelima oknum TNI itu akan menjawab pertanyaan publik mengenai motif tindakan provokasi rasis terhadap mahasiswa Papua, perekaman dan penyebaran video seputar penyerangan dan makian rasis serta otak intelektual di balik peristiwa ini dan keterkaitannya dengan serangkaian aksi massa demo dan kerusuhan di berbagai kota di Papua.

Kunci pengungkapan motif, tujuan dan dalang kerusuhan Papua ada pada TNI, termasuk jawaban atas pernyataan publik mengapa pengibaran bendera Bintang Kejora begitu leluasa terjadi pada saat aksi demo massa di depan markas besar TNI AD dan Istana Negara.

Beberapa keanehan seputar aksi massa dan kerusuhan Papua seperti keterlibatan media kompas dan vivacoid, eskalasi dan intensitas aksi – kerusuhan Papua yang baru yang begitu cepat dan masif, kebetulan terjadi pasca rekonsiliasi digulirkan dan kebetulan Gubernur Papua – Papua Barat adalah kader Partai Demokrat dan Nasdem – dua partai yang kemungkinan besar menjadi oposisi pada pemerintahan Jokowi Jilid II, semua ini membutuhkan jawaban secara tuntas memuaskan.

Komentar

Postingan Populer