memahami posisi umat Islam sebagai Indonesia's oppresed majority



Kemarin malam saya sempat berbincang-bincang dengan seorang diplomat. Sehubungan pemilu 2019, sang diplomat itu bertanya seputar kelompok minoritas dan upaya mencegah terjadinya penindasan terhadap minoritas di Indonesia. Saya tertegun, tidak menyangka lahir pertanyaan seperti itu. Sambil menatap tajam ke matanya, saya jawab lugas:  Jangan tanya saya tentang minoritas tertindas Indonesia (Indonesia's oppressed minority) tapi tanya saya tentang mayoritas Indonesia yang tertindas (Indonesia's oppressed mayority) ! Gantian sang diplomat kaget !
Sebelum menjelaskan lebih lanjut,  saya tanya padanya, apa yang diketahuinya tentang minoritas dan mayoritas di Indonesia. Lalu dia curahkan isi kepalanya. Cerita tentang diskriminasi tionghoa, pembatasan/larangan pendirian gereja dan pembubaran kegiatan ibadah umat non islam. Saya desak: apa lagi? ., Setelah satu menit terdiam, dia jawab: itu saja. Ok, kata saya. Saya jawab pertanyaan anda dengan pertanyaan: "Apakah anda tahu kelompok mana yang mendominasi 1.000 orang terkaya di Indonesia?"  "Tionghoa", jawabnya ragu "Ya, tionghoa !" Tegas saya. "Dari 100 orang terkaya Indonesia, 1000, 10.000 bahkan 100.000 orang terkaya, hampir semua adalah tionghoa. Hampir seluruhnya bukan pribumi dan non muslim",  jelas saya. Pernah anda dengar atau tahu dari media, tionghoa tangkap polisi karena melanggar hukum?  Dia kaget !
Tanpa menunggu jawabannya, saya teruskan: "apakah anda pernah dengar sengketa hukum antara pribumi dengan tionghoa, yg sengketanya dimenangkan pribumi? Meski  pribumi itu di pihak yg benar?" "Saya tidak sejauh itu" jawabnya "Hampir tidak ada !" Balas saya. Saya kembali hujani diplomat itu dengan pertanyaan: "Apakah anda tahu siapa pemilik lahan ratusan ribu hingga jutaan hektar di Indonesia? Hampir tidaj ada pribumi. Mayoritas tionghoa!"  Anda mungkin berpikir, wajar tionghoa jadi kelas elit indonesia. Mereka lebih ulet, lebih cerdik. "Karena kebetulan saya pakar sejarah, saya sangat paham asal muasal terbentuknya komunitas tionghoa sebagai elit di Indonesia, yaitu karena pribumi Indonesia sejak ratusan tahun lalu sampai hari ini menjadi mayoritas tertindas ! Dari era VOC, kolonial Belanda sampai era kemerdekaan" Pribumi Indonesia tidak sama dengan pribumi (bumiputera) Malaysia yang mendapat perlindungan atas hak-haknya dari penguasa. Pribumi Indonesia lebih khusus muslim Indonesia seperti mayoritas syiah di Irak pada era Saddam Hussein. Menjadi kelompok mayoritas tertindas. 
Beda dengan mayoritas syiah di Irak, pasca Saddam jatuh, mayoritas syiah benar-benar menjadi kelompok penguasa, kelompok dominan di Irak. Di Indonesia, mulai era VOC 1601-1799, era Kolonial 1800 sd 1942, era Orla, Orba hingga era reformasi, umat Islam tetap jadi mayoritas tertindas ! Mayoritas Islam Indonesia hanya sempat sebentar merasakan kemerdekaannya, lepas dari penindasan kelompok minoritas yaitu pada era 1988-1998. Hanya 10 tahun. Setelah era reformasi, umat Islam Indonesia kembali jadi mayoritas tertindas. Sang diplomat itu bengong. Dia terhenyak

"Semua yg terkait kemiskinan, pengangguran, kebodohan, masalah-masalah sosial, predikat itu disandang oleh mayoritas Islam Indonesia. Bukan pada minoritas. Jika muncul anggapan minoritas sebagai kelompok tertindas di Indonesia, itu kerena ketidakmampuan mayoritas menyampaikan kebenaran" 

"Ketertinggalan mayoritas Indonesia dari minoritas terjadi sejak ratusan tahun lalu terutama di bidang ekonomi dan pendidikan. Dua bidang kehidupan yg menjadi modal utama manusia utk berkembang dan maju. Tudak ada upaya serius dari pemerintah mencari solusinya"

"Bahwa mayoritas Islam paling menderita selama era VOC-kolonial hingga saat ini adalah fakta empiris.  Mudah dibuktikan. Pada era VOC-Kolonial, muslim indonesia-pribumi adalah warga kelas empat & kelas lima. Setelah Bangsa Eropa, Timur Jauh, Bangsawan, pribumi non Islam."

Pribumi era VOC - kolonial (1601-1942) dibatasi dalam pendidikan, usaha dan kepemilikan lahan. Arab, India dan terlebih tionghoa mendapat konsesi luas dari VOC - kolonial hampir dalam segala hal. Hanya sedikit di bawah bangsa eropa.  Mereka menikmati konsesi ini ratusan tahun. Sebagai akibatnya, mayoritas islam/pribumi Indonesia tidak terbentuk komunitas pengusaha, cendikiawan, tuan tanah, dst. Mayoritas pribumi Indonesia hanya jadi konsumen, sampai hari ini.  "Kenapa Indonesia tidak contoh Malaysia?" tanya Diplomat itu, 

"Indonesia tidak bisa mengikuti jejak Malaysia karena hambatan opini.  Opini yang berkembang dan tertanam di kalangan asing dan sebagian orang Indonesia sendiri, bahwa prioritas Indonesia adalah mencegah timbulnya minoritas tertindas. Bukan menyelamatkan mayoritas tertindas!"

 "Upaya menyelamatkan mayoritas tertindas Indonesia semakin sulit karena sebagian minoritas terlanjur menikmati kekuasaan, kekayaan, hegemoni dan dominasi mereka terhadap mayoritas. Mereka mempertahankan status quo ini dengan  segala cara: stigma teroris, radikalis, intoleran, dst"

Pada masa ORLA mayoritas Islam Indonesia jadi sasaran penindasan penguasa dengan konsep Nasakom-nya. Pada era ORBA, marginalisasi mayoritas Islam dilakukan scara sistematis terstruktur. Mayoritas Islam tidak menjadi bagian dari kelompok penguasa dan pengusaha. Elit penguasa didominasi minoritas katolik/kristen/abangan. Kelompok pengusaha didominasi tionghoa. Mayoritas Islam hanya jadi pelengkap penggembira. Pengelabuan dilakukan dengan etalase,  seolah-olah mayoritas islam mendapat tempat yang layak melalui politik simbol dan kemasan. Tercatat ada satu dua upaya agar mayoritas Islam Indonesia lepas dari penindasan. Sarekat Dagang Islam awal 1900an didirikan untuk melawan hegemoni dan dominasi pengusaha Tionghoa.  Program ekonomi Benteng dicanangkan di awal kemerdekaan. Namun gagal. Termasuk PP No 10/1959. Kabinet indonesia jatuh bangun di awal kemerdekaan lebih banyak disebabkan sabotase dari pengusaha-pengusaha tionghoa terutama para importir yng kuasai jaringan pemasok barang kebutuhan domestik. Mereka tidak mau membuka jaringannya untuk menghidupi bangsa yang baru merdeka. Kekhawatiran atas hegemoni bisnis Tionghoa, di satu sisi pemerintah tidak dapat pastikan loyalitasnya sebagai WNi sebagai konsekwensi kewarganegaraan ganda para tionghoa, melahirkan PP No. 10/59. Bisnis tionghoa dibatasi hanya di kota-kota, di larang merambah ke pedesaan. Dan keharusan memilih WN. Penerapan PP No.10/1959 sebagai solusi hanya bertahan 2 tahun. Bujuk rayu Peking disertai bantuan barang modal dan peralatan pertanian/pertukangan meluluhkan rezim Soekarno. Di era Orba: Suharto memberi konsesi istimewa bidang ekonomi pada tionghoa. Mayoritas Islam disingkirkan. 

Keberhasilan pembangunan era Suharto membentuk komunitas konglomerat tionghoa, yang 20 tahun kemudian balik menentang Suharto yang berencana mulai mengangkat derajat umat Islam/pribumi yang jauh tertinggal. Komunitas PengusahaTionghoa menolak rencana suharto terang-terangan (1986). Resistensi terhadap perubahan kebijakan Suharto juga datang dari elit ABRI, politisi Golkar dan Birokrasi yang didominasi non islam, kejawen dan abangan. Mereka berkolusi dengan komunitas pengusaha tionghoa menentang rencana mengangkat derajat hidup, politik & ekonomi mayoritas Islam. Dihadapkan pada 2 pilihan, Suharto pasca Pemilu 1987 memilih merangkul mayoritas Islam yang selama 20 tahun dia pinggirkan. Pada 1987-1988 dimulailah era kemerdekaan umat Islam dan pribumi Indonesia. Sampai Suharto dijatuhkan, termasuk oleh tokoh-tokoh islam yang jadi korban deception. Penjatuhan Suharto yang dilakukan diantaranya oleh tokoh-tokoh islam tanpa sadar bahwa mereka ditunggangi kelompok elit ABRi (jenderal merah - binaan ali murtopo/Murdani yang anti islam), CSIS (yang dikendalikan elit tionghoa katolik: Wanandi Brothers), komunitas bisnis Tionghoa dst. Luar biasa Opini Sesat/Hoax diciptakan untuk menjatuhkan Suharto oleh elit ABRI, CSIS, Konglomerat yang didukung AS-China (KG) pada saat itu.  Moral prajurit ABRI dihancurkan melalui serangan pelanggaran HAM di timor timur hingga hoax penculikan oleh Tim Mawar Koppasus. Mengapa saya sebut isu penculikan adalah hoax? Karena tim mawar koppasus bertindak atas dasar Surat Tugas Rahasia Kasad untuk menahan 9 aktivis radikal dalam rangka pengamanan SU MPR. Jadi sama sekali bukan penculikan. Namun, hoax terlanjur berkembang jadi fitnah. Untuk semakin menghancurkan moral TNI, sekelompok pasukan bertindak liar atas perintah elit ABRI anti Suharto, dengan menculik dan membunuh 14 warga. Perbuatan keji ini yang kemudian ditimpakan kesalahannya kepada Tim Mawar. Munir tahu fakta ini, lalu dia dibunuh. Pasca reformasi serangan fitnah untuk melemahkan dan menyudukan mayoritas Islam semakin gencar dengan maraknya aksi terorisme yang diduga kuat diotaki sendiri oleh elit ABRI anti suharto. Mayoritas Islam sedikit bernafas lega pada era SBY (2004-2014). Namun masih tetap tertindas. Pada 2011 mulai dijalankan secara besar-besaran rencana penempatan proksi sebagai RI 1.  Salah satu strateginya adalah pelemahan mayoritas Islam dengan menunggangi KPK. Kriminalisasi politisi-politisi islam untuk menghancurkan citra & kekuatan politik islam. Memuluskan proksi sekuler jadi RI 1. 

Uraian singkat ini memang tidak dapat memuaskan apalagi menjelaskan secara lengkap dalam rangka memahami posisi umat Islam sebagai Indonesia's oppresed majority. Dengan menggunakan semua parameter dan indikator akan mudah dibuktikan ketertindasan mayoritas Islam RI di negeri sendiri.

Komentar

Postingan Populer