Paradoks Prabowo



Bagi banyak orang, nama Prabowo Subianto sudah begitu sering terdengar, dan, lekat dengan pelanggaran HAM yang pernah dilakukannya melalui Tim Mawar pada kerusuhan Mei 1998. Saya sendiri sudah membaca buku, artikel, maupun jurnal mengenai pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Prabowo Subianto. Namun salah satu pertanyaan yang selama ini mengganggu dan belum ada jawabannya sama sekali, yaitu masalah peradilan Prabowo sebagai pelanggar HAM pada kerusuhan Mei 1998. Sebenarnya dengan tidak adanya peradilan yang terkait pelanggaran HAM, asumsi saya, selamanya isu pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Prabowo dan tim-nya, akan selamanya menjadi komiditas menjelang pemilihan umum.


Asumsi saya yang kebetulan memang benar terjadi ini ternyata juga pernah disampaikan oleh almarhum Munir. Dalam sebuah wawancara Munir pernah berkata bahwa “padahal begini, kalau menurut saya bahwa kalau misalnya Prabowo atau siapa saja yang tidak terbukti di pengadilan, kenapa Prabowo tidak ditarik saja menjadi saksi? Kalau Prabowo ada bukti tersangka, kenapa tidak dibawa ke pengadilan saja? Kalau menurut saya, kasus ini menjadi komunitasnya politik, dan itu tumpang tindih. Peradilan ini yang membutuhkan bukan hanya kelurganya orang hilang [korban], bukan saja masyarakat. Tetapi Prabowo sendiri juga butuh peradilan untuk membuktikan bahwa Ia bersalah atau tidak.” Kurang lebih seperti itulah narasi Munir dalam wawancara tersebut.

Seperti yang kita saksikan saat ini, bahkan pada pemilu-pemilu sebelumnya, isu pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Prabowo selalu menjadi komiditi politik lawan politik Prabowo. Padahal sederhana saja, jika memang Prabowo diisukan terlibat, tinggal bikin saja peradilan untuk Prabowo agar kita semua tahu bahwa apakah Ia terbukti bersalah atau tidak. Dalam esai ini saya sama sekali tidak ada niatan untuk membela Prabowo, atau mungkin asumsi yang sering dituduhkan, bahwa saya merupakan timses 02. Padahal tujuan saya membuat esai ini adalah untuk menyalurkan apa yang memang menjadi ‘benalu’ dalam otak saya, dan saya juga mencoba untuk berfikir rasional mengenai isu pelanggaran HAM ini.


Prabowo dalam ‘atraksi’ politiknya akhir-akhir ini sering disebut sebagai seorang yang pesimis, orang yang menyebarkan ketakutan. Pada thread terdahulu juga sudah saya singgung mengenai “negara gagal” yang dilontarkan oleh Prabowo, dan memang pada kenyataannya semua negara mempunyai optensi untuk menjadi negara gagal, karena untuk menjadi negara gagal, adai indeks-indeks yang harus terpenuhi. Lalu Prabowo juga menyebutkan bahwa 1% orang menguasai kekayaan yang ada di Indonesia, atau 1% orang itu adalah sekitar 2,5 juta orang dengan kekayaan yang melimpah. Perkataan Prabowo memang benar dan datanya sesuai dengan yang dicantumkan dalam buku Paradoks Indonesia. ketimpangan/jurang antara kaya dan miskin yang ada di Indonesia pun, memang benar adanya. Russia menjadi negara dengan peringkat pertama masalah ketimpangan, disusul dengan India, China, dan Indonesia. sedangkan Amerika yang terkenal dengan negara kapitalis, menduduki urutan ke tujuh, disusul dengan Afrika Selatan yang menduduki peringat ke delapan.

Jika kalian memang gemar membaca, open minded, pastilah tidak akan kaget dengan segala statment yang dikira sebagai ucapan guna menakuti masyarakat Indonesia. terlebih, pasti kalian tidak akan mudah terperdaya dengan isu-isu agen politik asal Amerika dan Russia. Toh, pada kenyataannya negara kita sebanyak 75% anak usia 15 tahun tingkat literasinya sangat minim, bahkan kalah saing dalam bidang sains. Inilah sebabnya saya tidak pernah bereaksi atas statment Prabowo yang dinilai menebar ketakutan dan pesimis itu, karena memang pada faktanya demikian. Sedangkan orang-orang yang gila politik di luar sana? Mereka cenderung ogah untuk membaca buku-buku yang berasal dari tokoh yang berseberangan dengan mereka. Bahkan saya sangat yakin bahwa, pendukung Prabowo sendiri banyak yang tidak membaca buku Paradoks Indonesia juga membela junjungan mereka. Hal seperti ini wajar yang teramat menjijikkan karena minimnya tingkat literasi pada masyarakat. tidaklah heran pula jika banyak berita hoax, dan, banyak pula orang yang termakan berita hoax.


Bicara masalah 1% orang yang menguasai kekayaan di Indonesia, sebenarnya bukan Prabowo saja pelakunya. Orang-orang di lingkungan pemerintahan Jokowi juga banyak yang masuk ke dalam 1% orang kaya itu. Sebut saja HT dan Surya Paloh, kedua orang kaya itu sudah sering terdengar sebagai orang-orang kaya di Indonesia. sisanya? Silahkan cari sendiri.

Saya juga akan sedikit menyoroti masalah ekonomi kerakyatan yang dipelopori oleh Prabowo. Jika kita ingin sedikit repot mengamati, jargon ekonomi kerakyatan ini tidak pernah berubah sejak Prabowo ikut mencalonkan diri sebagai Wakil Presiden pada tahun 2004 hingga 2019 ini. Kenapa bisa demikian? Karena menurut Prabowo, kedaulatan pangan/swasembada pangan memang mutlak diperlukan oleh Indonesia agar bisa berdikari, tidak diremehkan oleh negara lain. Saya juga sempat membaca analisa dari salah satu orang yang menyatakan bahwa ekonomi kerakyatan yang diusung oleh Prabowo merupakan adaptasi dari pemikiran Hitler, Nazi Jerman. Analisa ini menarik bagi saya karena walaupun isinya hanya asumsi-asumsi dan cocokologi, tapi analisa itu menurut saya mendekati kecocokan.
Nah, pada esai kali ini sebenarnya saya ingin berpesan bahwa, kita sebagai penerus bangsa harusnya lebih intelek, lebih cerdas, gemar membaca, mencari tahu dari sebuah statment tokoh politik. Esai kali ini sama sekali bukan untuk membela Prabowo atau menyerang Jokowi. Saya dari awal masih konsisten untuk tidak memilih pada 17 April nanti, dan masih konsisten juga bahwa prediksi saya, Prabowo yang akan menang dalam pertarungan pemilihan umum.





#HaraNirankara

Komentar

Postingan Populer