[Kolom] Anjing Syariah



Sebenarnya pokok bahasan pada esai kali ini merupakan bahasan lama yang beberapa kali pernah saya posting. Mungkin beberapa followers saya masih ada yang mengingatnya mengenai hal ini. Kenapa saya kembali mengungkit tema ini? Karena saya pribadi sudah bosan melihat banyak orang bodoh [maaf] yang berkeliaran di timeline saya. Saya juga merasa jenuh melihat sikap ‘cuek’ dari pemerintah yang memang tunduk kepada mereka. Kenapa saya pakai kata “memang”? karena pada kenyataannya pemerintah membiarkan dan memberi mereka ruang untuk bergerak, tidak ada upaya serius dari pemerintah untuk menghentikan mereka. Walaupun begitu, saya memaklumi sikap dari pemerintah itu, mengingat Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi nilai Demokrasi, ‘katanya’. Adakah yang sudah mengerti dengan apa yang saya maksud? Jika belum, biar saya perjelas. Mereka yang saya maksud adalah Front Pembela Islam.

Sedikit kita flashback pada jaman kolonial. Pada saat itu ada yang namanya Sarekat Hijau. Sarekat Hijau ini merupakan organisasi berbasis Islam binaan pemerintah Hindia-Belanda. Tujuan dibentuknya SH tentunya untuk memuluskan rencana kolonial untuk menguasai Nusantara. SH sengaja diciptakan untuk membentuk konflik horizontal kepada yang mereka sebut dengan Pribumi. Ketika ada sebuah pergerakan perlawanan dari ‘Pribumi’, SH yang paling terdepan untuk mengacaukannya. Melalui propaganda maupun serangan fisik dan non fisik dilancarkan oleh SH guna mengalihkan opini yang saat itu sedang menjadi titik fokus bagi masyarakat.

Sedikit melompat lebih jauh, tepatnya pada era reformasi 98. SH pada saat itu bertransformasi dengan mengubah namanya menjadi Pam Swakarsa. Untuk informasi lebih lanjut mengenai Pam Swakarsa ini bisa kalian cari sendiri di google karena ada banyak sekali artikel yang membahas Pam Swakarsa ini. PS diciptakan untuk menghalau mahasiswa yang pada saat itu. PS bentrok melawan mahasiswa, sipil versus sipil, rakyat jelata versus rakyat jelata. Ini merupakan konflik horizontal yang memang sengaja diciptakan untuk menghalau perlawanan dari massa yang mengusung keadilan maupun kebebasan.
Setelah Pam Swakarsa resmi bubar, mereka beralih nama menjadi Front Pembela Islam atau FPI. Transformasi menjadi FPI ini benar adanya, dengan tujuan untuk menciptakan konflik horizontal. Jika kalian menanyakan mana buktinya, sayang sekali saya tidak mempunyai bukti sedikitpun atas FPI. Tapi, jika kalian menanyakan tentang FPI kepada orang-orang ataupun aktivis 98, pasti kebanyakan dari mereka tahu dan membenarkan apa yang saya utarakan ini. Simpel saja, kenapa Faisal Assegaf tidak pernah sedikitpun menyerang FPI? Karena FA tau, bahwa FPI merupakan Attack Dog dari instansi kepolisian. Jurnalis luar negeri, Allan Nairn, sudah memeparakan hasil investigasinya yang sempat membuat TNI maupun POLRI keringat dingin. Rasanya jika saya menyebut bahwa FPI merupakan binaan dari kepolisian, itu akan terlihat naif dan terkesan memukul rata. FPI lebih tepatnya merupakan binaan dari beberapa jenderal yang pernah terlibat dalam kerusuhan 98. Rasa-rasanya kalian semua yang mengamati dunia perpolitikan Indonesia pasti sudah mengetahui siapa jenderal yang saya maksud.
Apakah di antara kalian ada yang mengingat statment yang pernah saya lontarkan? “berharap HRS ditangkap? Ngimpi!”, statement itu saya lontarkan bukan tanpa alasan, tetapi memang benar adanya bahwa HRS tidak akan pernah masuk bui karena memang manuver HRS sengaja diciptakan untuk memicu konflik horizontal. Buktinya? Kita semua ribut masalah pancagila, campuracun, dlsb. Tapi yang bersangkutan tidak pernah mendekam di penjara karena statment kontroversialnya itu. Semua ini sudah direncanakan, sudah dipersiapkan. Kenapa kalian semua masih saja bodoh? Yang lebih bodoh adalah mereka yang menamakan diri sebagai Projo. Mereka memuja kepolisian, membenci FPI, berharap kepolisian akan menindak tegas semua manuver FPI, ngimpi! Kalian berharap kepada pihak yang salah, yang tidak akan pernah mengabulkan keinginan kalian.
Pendukung Jokowi dan Probowo saling cekcok, saling adu opini, saling menyerang. Padahal Jokowi dan Prabowo adem ayem saja, tidak ada hal yang membuat mereka menjadi musuh. Pendukung kedua kubu sama-sama memviralkan hal yang sepele, yang keluar dari kedua calon.

Padahal itu semua merupakan manuver dari mereka pada tahun politik seperti sekarang ini. Pendukung kedua kubu sama-sama menjagokan tokoh yang akan tampil di ILC, dengan segala manuver dari kedua pendukung. Padahal sebelum dan selesap acara ILC, mereka santai, ngobrol, ngopi, bergurau bersama. Namun anehnya pendukung dari kedua kubu seakan mendramatisir diskusi di ILC dengan segala kebodohan yang mereka miliki.
Jika kalian berharap konflik sara dan segala kegaduhan yang selama ini terjadi akan berakhir, percuma. Kenapa saya bilang percuma? Karena kalian semua masih tetap mempertahankan kebodohan masing-masing, sehingga kebodohan itu membuat jagad dunia maya selalu ramai tak berkesudahan. Kalian semua berharap segala kekisruhan ini akan segera berakhir, tapi kalian sendiri gampang bereaksi oleh hal yang sepele sehingga tetap saja akan ada kekisruhan yang terjadi.
Beberapa elit politik maupun pemerintahan mempunyai attack dog-nya masing-masing. Beberapa di antara mereka mempunyai loyalisnya masing-masing. Apa gunanya memperjuangkan hal yang tidak pasti di panggung perpolitikan. Toh, kalian bisa hidup sampai saat ini berkat usaha kalian sendiri, kerja keras sendiri. Sedangkan jikalau idola kalian menang, kalian dapat apa? Kepuasan? No! Di dunia ini tidak ada yang namanya kepuasan karena memang sifat dasar manusia tidak akan pernah bisa untuk merasa puas.


By. Mr.A

Komentar

Postingan Populer