NAMA WIRANTO MENGHILANG DALAM LAPORAN AKHIR KPP HAM?



Menurut beberapa wartawan yang
biasa meliput kegiatan KPP HAM, tersiar kabar yang agak aneh: nama Wiranto
tidak lagi masuk dalam daftar "Rekomendasi KPP HAM". Nama Wiranto hilang,
namun masuk lagi nama baru, yaitu Mayjen TNI Purn HR Garnadi.

        Memang ada dua macam dokumen yang dikeluarkan KPP HAM. Dokumen
pertama adalah "Executive Summary" (ringkasan eksekutif) yang sudah
diserahkan pada Kejaksaan Agung pada 31 Januari lalu. Kemudian dokumen
kedua, adalah "Laporan Lengkap", yakni versi yang lebih panjang dan lebih
rinci dari "Executive Summary", yang baru diserahkan ke Kejaksaan Agung,
hari Rabu (9/2) kemarin.

        Antara kedua dokumen itulah, terjadi perbedaan daftar nama, terutama
menyangkut Wiranto, sebagai figur yang paling disorot dalam kasus ini. Nama
Wiranto muncul di "Executive Summary", namun menghilang di "Laporan
Lengkap". Hal sebaliknya terjadi pada Garnadi, yang sekonyong-konyong
namanya muncul pada versi "Laporan Lengkap". Bagaimana bisa terjadi
perubahan nama seperti itu? Agak sulit memastikannya, karena anggota KPP HAM
sangat tertutup kalau ditanya soal nama-nama.

        Bila isu mengenai terhapusnya nama Wiranto itu benar adanya, ini
tampaknya sejalan dengan perkembangan politik di tanah air seminggu
terakhir. Seperti sebuah kebetulan, hilangnya nama Wiranto itu bersamaan
dengan mengendornya tekanan terhadap Wiranto. Dan pada saat yang sama, Gus
Dur "membagi" tekanan pada Feisal Tanjung. Gus Dur mulai menekan Feisal
Tanjung, berkaitan dengan rencana pembunuhan atas dirinya (Gus Dur) dan Mbak
Mega, serta soal keterlibatan Feisal Tanjung dalam "Peristiwa 27 Juli
(1996)". Dan seperti sebuah kebetulan juga, salah seorang asistennya saat
menjabat Menko Polkam, yaitu Mayjen TNI Purn HR Garnadi, masuk dalam daftar
"Rekomendasi KPP HAM" versi "Laporan Lengkap". Masuknya nama Garnadi,
terkait dengan selembar surat, yang kemudian dikenal sebagai "Dokumen
Garnadi". Tampaknya Gus Dur tidak ingin Feisal Tanjung menikmati masa
pensiunnya dengan tenang. Feisal Tanjung masih harus menanggung "dosa"
politiknya di masa lalu.

        Berkurangnya tekanan Gus Dur terhadap Wiranto, merupakan respon
positif Gus Dur atas kesediaan Wiranto untuk mundur selaku Menko Polkam.
Sebagaimana dikatakan pengamat politik LIPI Ikrar Nusa Bakti, Wiranto
bersedia mundur, namun Wiranto masih mencoba bargaining, agar penggantinya
juga dari militer.

        Kalau Gus Dur sekarang ini melakukan tekanan terhadap Wiranto dan
Feisal Tanjung, itu bisa ditafsirkan Gus Dur sedang berlaku sebagai
representasi korban-korban politik Orde Baru. Korban-korban politik itu
kini, melalui tangan  Gus Dur, tengah melakukan gugatan terhadap pihak-pihak
yang dianggap sebagai penanggung jawab atau operator kebijakan politik
penguasa rejim Orde Baru.

        Berarti pihak-pihak yang akan dimintai pertanggungjawaban akan terus
berkembang, bukan sebatas Wiranto dan Feisal Tanjung. Bila TNI sebagai
institusi sudah cukup mendapat hukuman, berupa citranya yang runtuh hingga
titik terendah. Kini giliran "oknum-oknum" pimpinan TNI yang secara
personal, harus menanggung perilakunya di masa lalu. Selain nama Wiranto dan
Feisal Tanjung, nama lain yang jelas masuk kategori "berdosa" (baik secara
politis maupun pidana) adalah: Letjen TNI Syarwan Hamid, Letjen TNI Soejono,
Jenderal TNI Hartono, Letjen TNI Tarub, dan beberapa perwira tinggi lain,
yang namanya tertanam kuat dalam memori Gus Dur. Jadi "bom waktu" yang akan
membuat perwira-perwira itu tidak dapat tidur nyenyak, tinggal soal waktu
saja.

Komentar

Postingan Populer