Jualan Aktivisme


Satu hal yang kerap dialami oleh aktivisme yang ada di Indonesia adalah mereka selalu saja gagal dalam menjaring masyarakat dengan jumlah yang cukup untuk mendukung keberhasilan pergerakan mereka. Kurangnya dukungan diakibatkan pergerakan tersebut kurang populer sehingga propaganda yang mereka lancarkan hanya sedikit yang sampai ke telinga masyarakat. Alhasil, ketidakadilan yang dilakukan oleh pemerintah pun berjalan dengan mulus tanpa ada perlawanan yang berarti, karena yang mau melawan hanya segelintir aktivis yang sangat mudah untuk dibinasakan. Masyarakat jangankan untuk mendukung, malah yang ada pergerakan para aktivis dianggap perkumpulan perusuh yang tidak berguna.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Mengapa masyarakat tidak peduli dengan pergerakan melawan ketidakadilan ini? Apakah karena mereka masyarakat sampah yang tidak peduli akan saudaranya yang diperlakukan tidak adil? Apakah mereka hanya parasit yang bodo amat akan alam yang dirusak?

Jika sudut pandang diubah, bukan masyarakat yang tidak mau peduli dengan pergerakan para aktivis. Tapi para aktivislah yang gagal untuk menjaring kepedulian masyarakat terhadap pergerakannya.

Penyebab utama mengapa pergerakan menjadi kurang populer di masyarakat adalah karena para aktivis gagal meningkatkan daya jual pergerakan mereka serta mereka kurang terbuka untuk menerima pendukung dari segala arah. Para aktivis terlalu eksklusif dan terjangkit elitisme kronis, mereka terlalu asyik sendiri bersantai di surga utopis ideologi mereka sehingga terisolasi total dari dunia luar.

Pada Faktor Daya Jual, pergerakan yang aktivis lakukan kurang menarik di mata masyarakat terutama generasi muda. Kegiatan yang dilakukan hanya seputar aksi, demo, berteriak, rusuh, dipukuli aparat, lalu ditangkap. Hal-hal ini akan memberikan kesan bahwa aktivis pergerakan isinya hanya tukang rusuh pembuat onar. Ya meskipun para aktivis ini kerap berada di posisi sebagai korban, namun tetap saja aparat dapat menggiring opini masyarakat dan menjadikan diri mereka pahlawan sedangkan para aktivis menjadi penjahatnya.

Di luar aksi demo yang mereka lakukan hanyalah diskusi, baca buku-buku rumit, nobar film propaganda yang runyam, dan kegiatan-kegiatan membosankan lainnya. Jika seperti ini bagaimana bisa membuat pergerakan populer dan meningkatkan daya jual aktivisme? Tentu tidak bisa!
Pada Faktor Keterbukaan, Aktivis-aktivis ini terlalu kolot pada kesempurnaan idealisme mereka, menganggap diri mereka juru selamat sejati tanpa cela, hingga menerima sedikit sanggahan kecil yang kontra, langung mereka hujani dengan caci maki, bahkan mereka dengan cepat memberi cap kepada penyanggah tersebut sebagai orang yang tidak mengerti dan tidak peduli, tanpa memberi pencerahan sedikitpun. Mereka selalu merasa lebih cerdas dari orang yang bukan di kalangan mereka, sehingga mereka kerap gagal merekrut orang baru untuk bergabung di pergerakan mereka.
Sifat-sifat di atas inilah yang mesti diubah jika ingin pergerakan sosial berhasil untuk menjaring dukungan dari masyarakat. DAYA JUAL dan KETERBUKAAN mereka sangatlah kurang!
Bicara mengenai pergerakan sosial yang dapat dikatakan berhasil dalam menjaring dukungan dari masyarakat. Mau tidak mau, saya harus mengambil contoh dari gerakan yang baru-baru ini mendeklarasikan kemenangan pergerakan mereka. Betul! Mereka adalah gerakan Bali Tolak Reklamasi (BTR) Teluk Benoa oleh Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi atau Forbali.
5 tahun dapat bertahan dari segala upaya dari pemerintah maupun investor demi melancarkan reklamasi Teluk Benoa dengan bersenjatakan intimidasi dari ormas maupun aparat. Pada awal-awal pergerakan ini dianggap sebagai ulah segelintir orang belaka namun kini mampu menjaring hingga puluhan ribu massa untuk melakukan aksinya. Apa yang membuat gerakan BTR berhasil? 2 faktor terbesar sama seperti faktor kegagalan yang saya bahas di atas, yakni DAYA JUAL dan KETERBUKAAN.
Pada Faktor Daya Jual, Forbali menjadikan pergerakan mereka menjadi sesuatu yang sangat diminati dan dinikmati. Alih-alih berdemo secara konvensional, mereka malah mengadakan aksi unjuk rasa dengan kemasan parade budaya! Pawai ogoh-ogoh, tarian tradisional maupun modern, live music, DJ, stand up comedy, senam bersama, dll.

kerap meramaikan aksi unjuk rasa BTR, hal ini tentu saja membuat massa aksi maupun orang yang kebetulan lewat dan menyaksikan menjadi menikmati. Dari jiwa yang senang maka pesan-pesan perlawanan yang disisipi dapat dengan mudah tersampaikan.
Hal yang terpenting juga bahwa sepanjang sejarah aksi BTR itu TIDAK PERNAH RUSUH. Intimidasi maupun benturan fisik tidak pernah dijadikan alasan untuk anarkis. Perobekan baliho BTR secara diam-diam tidak dibalas dengan menangkap dan memukuli si perobek, namun cukup diatasi dengan memperbaiki baliho yang rusak.
Menyenangkan dan tidak memiliki reputasi buruk sebagai perusuh membuat daya jual gerakan BTR sangat-sangat tinggi di masyarakat, sehingga otomatis pergerakan makin populer dan makin besar. Itu semua belum termasuk faktor dukungan artis-artis papan atas macam SID, Iwan Fals, Happy Salma, Marjinal, Seringai, dll yang mempromosikan gerakan ini.
Pada Faktor Keterbukaan. Aksi BTR menyambut siapa saja yang ingin ikut dalam pergerakan. Dari segala kalangan dan lapisan masyarakat memiliki kesempatan untuk berpartisipasi mengisi acara pada parade budaya maupun hanya sekedar berorasi. Yang perform di acara tidak harus artis papan atas, pemula juga bisa! Yang berorasi tidak hanya mahasiswa, aktivis kekirian, maupun akademisi, masyarakat umum seperti nelayan, petani juga dapat turut mencurahkan idealisme mereka. Bahkan kalangan ormas yang sebelumnya dikenal sebagai intimidator utama pergerakan, malah disambut kedatangannya untuk meramaikan massa aksi. Simpatisan BTR yang berasal dari luar daerah juga banyak.

Akhir kata, saya tidak bermaksud untuk menjatuhkan atau menjelek-jelekkan suatu kelompok aktivis maupun gerakan perlawanan dan membanding-bandingkannya dengan pergerakan yang lain. Semua pendapat-pendapat yang saya utarakan di atas berdasarkan pengalaman saya berhadapan dengan dunia aktivisme di dunia nyata maupun sosmed, ya meski dalam waktu singkat dan tidak mendalam. Tulisan ini semata-mata saya buat sebagai bahan intropeksi bagi kita semua berdasarkan harapan akan perlawanan-perlawanan terhadap ketidakadilan di negara kita ini akan berhasil menjadi kemenangan rakyat. – END
By – Mr. Tonyatukad

Komentar

Postingan Populer