WIRANTO SUDAH HABIS



(PERISTIWA): Jendral Tyasno Sudarto meminta Jendral Wiranto mundur dari
jabatan Menko Polkam. Wiranto memang sudah tak memiliki kekuatan apapun di
Angkatan Bersenjata.

Habis sudah karier politik Jendral TNI Wiranto. Presiden Gus Dur bilang di
Seoul, Korea Selatan, bahwa sejumlah jendral sudah meminta Jendral Wiranto
mundur dari jabatannya sekarang sebagai Menko Polkam. Gus Dur tak menyebut
nama-nama jendral itu. Namun, sumber Xpos mengatakan salah satu jendral yang
dimaksud Gus Dur adalah KSAD, Jendral TNI Tyasno Sudarto. Ini merupakan
kasus kedua, di mana Tyasno meminta Wiranto mundur. Pertama, ketika ia masih
menjadi Kepala BAIS dan masih berpangkat letjen. Waktu itu, Tyasno meminta
Panglima TNI Jendral TNI Wiranto untuk mundur dari pencalonan dirinya
sebagai Wakil Presiden dari Partai Golkar dan Fraksi Daulat Umat. 

Waktu itu Wiranto kaget, karena sebagai yuniornya, apalagi waktu itu ia
adalah Panglima TNI, Tyasno telah gegabah. Apa lagi, Wiranto selama ini
menganggap Tyasno sebagai orangnya. Menurut seorang jendral yang kini
menempati pos pendidikan di lingkungan Dephankam, Tyasno memang punya
kedekatan dengan Wiranto. Menurutnya, pengangkatan Tyasno sebagai letjen
ketika BIA menjadi BAIS, tidak dilakukan melalui rapat Dewan Jabatan dan
Kepangkatan Tinggi (Wanjakti). "Wiranto sendiri yang melakukan itu dan
membuat kami kaget," katanya. Namun, karena tindakan Tyasno itu, Wiranto
marah dan menganggap Tyasno bukan lagi sebagai kawan, tetapi pengkianat.
Itulah sebabnya, ketika Tyasno dilantik Gus Dur jadi KSAD, Wiranto ogah datang.

Waktu itu, Tyasno mengingatkan Jendral Wiranto bahwa bersaing dengan
Megawati Soekarnoputri dalam pencalonan sebagai Wakil Presiden, cukup sulit.
Tyasno dan kelompok jendral reformis pimpinan Mayjen TNI Agus
Wirahadikusumah waktu itu mengingatkan Wiranto bahwa kalau mau merebut
posisi politik sebagai Wapres, harus membuat jaringan dengan partai-partai
besar seperti PAN, PKB, atau PDI-P. Waktu itu, Wiranto tidak mau merangkul
partai-partai politik, namun hanya mau dicalonkan. 

Apalagi, kondisi polisik sulit menerima TNI. Lalu, majunya Wiranto dalam
kompetisi Wapres di SU MPR dianggap akan memalukan TNI saja. Mula-mula,
waktu itu, Tyasno meminta sesepuh TNI seperti Jendral TNI (Purn) Surono
menghadap Jendral Wiranto dan meminta agar Wiranto mundur. Tapi gagal.
Menjelang hari pemilihan, akhirnya Tyasno mencari Wiranto dari malam hingga
dini hari. Akhirnya Wiranto berhasil ditemui pada pukul 08.00 WIB.
Sebelumnya, Wiranto meminta Tyasno untuk mempertemukannya dengan Megawati
sebagai syarat pengunduran dirinya. Benar, di suatu tempat, Tyasno
mempertemukan Megawati dengan Wiranto. Wiranto bersedia mundur asal kelak
diberi jabatan sebagai Menko Polkam. Megawati pun berjanji akan meminta Gus
Dur memperhatikan Wiranto. Dan, akhirnya Wiranto memang jadi Menko Polkam. 

Sejak Wiranto menyusun kekuatannya sendiri di Mabes TNI dan Angkatan Darat,
Gus Dur memang tidak menyukainya. Suatu ketika, ketika mengetahui Wiranto
menempatkan orang-orangnya dan sejumlah jendral yang dekat dengan Islam
garis keras, Dus Dur marah luar biasa. "Wah, Wiranto ngajak perang ini,"
ujarnya. 

Lalu, ia memecat KSAD Jendral TNI Subagyo Hadisiswoyo dan menempatkan
Jendral TNI Tyasno di pos penting itu untuk mengimbangi kekuatan Wiranto.
Gus Dur tahu, Tyasno berani melawan Wiranto, karena ia sudah tahu Wiranto
mundur dari pencalonan Wapres karena desakan Tyasno. Tyasno sendiri, menurut
letjen tadi, bukan jendral yang berprestasi di lingkungan Angkatan Darat.
Dari sekian jendral bintang tiga yang masuk nominasi sebagai KSAD, Tyasno
menempati urutan paling akhir. Ia dilirik Gus Dur, karena berani melawan
Wiranto, dan ketika itu pas, Gus Dur butuh jendral yang berani melawan Wiranto. 

Kini, Tyasno menunjukkan keberaniannya itu. Dialah pemimpin kelompok jendral
yang meminta Wiranto mundur dari Menko Polkam. Wiranto sendiri sudah pasrah
karena ia memang tidak lagi memiliki kekuatan di tubuh Angkatan Darat,
apalagi di tubuh Angkatan Bersenjata. 

Semula bergaining Wiranto adalah ia bisa saja memerintahkan para
pendukungnya untuk melakukan kudeta. Dan, opini bahwa ia akan melakukan
kudeta dengan dukungan Kostrad ia biarkan untuk menambah bergaining itu.
Namun, kini, setelah Panglima Kodam Jaya, Mayjen TNI Ryamizard Ryacudu
mengancam akan menghadang pasukan kudeta dengan mengerahkan seluruh kekuatan
pasukan di bawah komandonya, Kamis (10/2) lalu, Wiranto tampaknya harus
berfikir ulang. "Saya punya pasukan yang banyak," ujar Ryamizard, menantu
mantan Panglima ABRI, Jendral TNI (Purn) Try Sutrisno dan anak kandung
mendiang Brigjen (Purn) Ryacudu. 

Hadangan Ryamizard ini memang akan memusingkan para komandan pasukan yang
hendak mengkudeta, karena jika ada pasukan yang hendak mengkudeta Gus Dur,
ia harus mengajak Panglima Kodam Jaya, yang menguasai wilayah ibukota dan
sekitarnya. 

Ryamizard bukan satu-satunya, karena selain Pangdam Jaya juga KSAD Jendral
TNI Tyasno Sudarto dan Pangdam Wirabuana, Mayjen TNI Agus Wirahadikusumah,
yang pro Gus Dur. Kalau Ryamizard  sudah menyatakan secara eksplisit akan
menghadapi pasukan kudeta, jelas ia sudah tahu dan yakin siapa kawan dan
siapa lawan. Artinya, ia sudah menghitung-hitung berapa kekuatan pasukan
lawan dan berada kekuatan pasukannya dan berapa kekuatan satuan-satuan yang
akan mendukung pasukan Kodam Jaya. Berapa besar kekuatan Kodam Jaya?
Ryamizard punya sebuah brigade yakni: Brigade Infanteri (Brigif)
1/Jayasakti, brigif di bawah komando langsung Pangdam Jaya. Brigif
1/Jayasakti memiliki tiga Batalyon Infantri dan satu Batalyon Kaveleri. Jika
setiap batalyon Brigif 1/Jayasakti punya personel 700 orang, maka pasukan
Kodam Jaya sebenarnya baru berkekuatan 2.800 orang. Dengan kekuatan yang
sedikit itu, bagaimana Ryamizard bisa mengklaim punya pasukan yang besar? 

Tampaknya, sudah ada dukungan dari satuan-satuan lain yang akan membantu
Ryamizard jiak terjadi kudeta. Yang sudah menyatakan dukungan memang Korps
Marinir memiliki memiliki dua brigif yang terdiri dari enam batalyon
infanteri. Jumlah personil Korp Marinir mencapai enam ribu hingga sembilan
ribu. Kalau ditambah batalyon kavaleri dan alteleri, pasukan anti kudeta
bisa lebih kuat lagi. Selain Marinir, Kopassus juga sudah menyatakan akan
mendukung Gus Dur dari ancaman kudeta. Pasukan gabungan Marinir dan Kopassus
ini berkekuatan lebih dari 10 ribu. Pasukan gabungan ini amat membantu
Ryamizard, karena merupakan dua satuan elit di Angkatan Bersenjata. Pasukan
elit lainnya dari Brigade Mobil (Polri) dan Pasukan Khas TNI-AU, sudah pasti
berada di pihak Ryamizard. Pasukan gabungan inilah (Kopassus, Korps Marinir
TNI AL, Paskhas TNI-AU, Brimob plus Brigif 1/Jayasakti) tampaknya yang
diklaim Ryamizard sebagai pasukan di bawah komandonya. Memang, pengamanan
ibukota berada di bawah komando Ryamizard sebagai Pangdam, sehingga
satuan-satuan apapun yang diperbantukan akan berada di bawah komando Pangdam
Jaya. 

Pasukan gabungan ini membuat  Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan
Darat (Pangkostrad) Letjen TNI Djadja Suparman, kecut. Djadja adalah salah
satu jendral klik Wiranto yang diduga keras akan melancarkan kudeta. Kamis
(10/2) lalu, Djadja menepis adanya gerakan kudeta dari pasukan Kostrad. 

"Tidak mungkin prajurit Kostrad akan melancarkan kudeta seperti banyak
diisukan. Tidak mungkin prajurit melakukan kudeta, karena kami terikat untuk
setia kepada UUD'45, juga kepada pemerintahan yang konstitusional," ujar
Djadja yang dikenal dekat dengan milisi Front Permbela Islam (FPI) ketika
meninjau Gladi Lapang Bantuan Tembakan Terpadu di Kebumen, Jawa Tengah.
Selain terikat sumpah prajurit, menurut Djadja, prajurit TNI juga harus
tunduk kepada pimpinannya. 

"Anggota regu harus tunduk kepada komandan regu, anggota peleton kepada
komandan peleton, begitu seterusnya sampai kepada saya sebagai Panglima
Kostrad, di bawah kendali saya tidak akan terjadi pelanggaran," katanya.

Sebelum pernyataan setia kepada pemerintahan sipil Gus Dur, Kostrad memang
tengah menunggu perintah untuk bergerak menguasai ibukota. Namun, di
saat-saat terakhir, satuan terbesar di AD ini (personilnya sekitar 20 ribu)
pecah. Divisi Infanteri I/Kostrad yang bermaskas di Cilodong, Bogor, Jawa
Barat akan setia pada Jendral TNI Wiranto, artinya setuju melakukan kudeta.
Namun, Divisi Infanteri II/Kostrad yang bermarkas di Singosari, Malang Jawa
Timur. Mengetahui pasukannya bakal terpecah, Pangkostrad rupanya tahu,
kekuatannya tak akan mampu melawan kekuatan Mayjen Ryamizard. Jadi, jangan
khawatir akan terjadi kudeta. Kekuatan militer yang mendukung Pemerintahan
Gus Dur cukup kuat. Apalagi, Gus Dur akan didukung rakyat, setidaknya massa
PDI Perjuangan, PKB dan NU. 

Nah, kalau ancaman kudeta tak ada lagi, Wiranto juga tak lagi di kabinet,
pekerjaan de-Wirantonisasi di tubuh Angkatan Darat dan Mabes TNI bukan lagi
pekerjaan sulit.

Komentar

Postingan Populer