Memanusiakan Tuhan



Ternyata kekhawatiran saya mengenai konsep keTuhanan benar-benar terjadi, dan banyak orang salah kaprah dalam menilai sebuah konsep tentang Tuhan. Bagi yang sejak awal mengikuti semua tulisan saya, pasti pernah membaca sebuah statment yang saya lontarkan, bahwa saya takut untuk mengambil tema tentang “konsep keTuhanan dalam Islam”. Ketakutan saya jelas ada dasarnya, karena saya merasa ilmu saya belum memadai untuk membahas mengenai Tuhan. Dalam tulisan yang berjudul “Tuhan Sudah Mati” dan “Siapakah Tuhan?”, berhasil membuat saya meyakini bahwa masih banyak sekali orang yang gagal paham dengan kosep keTuhanan. Kebanyakan yang merespon tulisan saya, mempersoalkan tentang materialisme dan eksistensialisme tanpa mencermati dialek yang saya susun dengan rapih. Ya, jika saja para penghujat, para pengkritk, para orang awam itu mencermati dengan seksama setiap kalimat yang saya susun, mereka akan menemukan makna tersirat di dalamnya.

Oh tidak, saya tidak sedang playing victim, saya bicara apa adanya. Semua kalimat telah saya susun yang akan mengarah kepada satu tujuan, yaitu memaknai diri sebagai manusia yang merdeka dengan sedikit intrik tentang konsep keTuhanan. Ada satu clue yang menonjol dalam tulisan saya mengenai Tuhan. Yaitu saya selalu menggunakan huruf T kapital pada kata Tuhan. Itu sudah menjadi contoh nyata betapa saya menghormati Tuhan walaupun saya belum pernah melihat wujudNYA. Padahal sudah saya katakan bahwa saya mempercayai yang ghaib. Bukankah Tuhan merupakan yang ghaib? Namun faktanya banyak dari responden yang memahami tulisan saya hanya sebatas tekstual. Itulah sebabnya saya enggan untuk menyanggah persepsi mereka pada dua judul tulisan di atas. Saya sengaja mendiamkan, saya sengaja mengamati, dan saya tertawa ketika membaca argumen dari mereka.

Teis, Ateis, Agnos, semuanya berkumpul dalam tulisan yang saya buat. Mereka semua beranggapan seperti apapun, itu hak mereka, dan saya tidak akan menyanggahnya. Dengan berbagai macam responden yang datang, justru saya sangat berterima kasih, karena sudah membuktikan betapa keramatnya jika menyinggung tentang Tuhan.

Pada tulisan yang berjudul “Tuhan Sudah Mati”, ada pesan yang ingin saya sampaikan. Yaitu tentang bagimana manusia memaknai diri sebagai manusia dengan selalu berusaha sekuat tenaga, sekreatif dan seinovatif mungkin untuk lepas dari jerat kemiskinan. Hidupmu miskin seumur hidup dan hanya berdo’a agar diberi ketabahan dalam menjalani kehidupan tanpa berusaha untuk lepas dari jerat kemiskinan, percuma. Karena hidup di dunia ini tidak cukup hanya dengan berdo’a saja, tanpa sebuah usaha untuk meningkatkan taraf hidup. Rasa-rasanya sudah sering sekali saya berkata jika kita hendak ‘kaya’, maka kita harus berusaha, jangan selamanya bergantung kepada pemerintah, bergantung pada belas kasih orang lain. Ketika saya berkata demikian dalam tulisan yang membahas masalah sosial, mereka paham. Namun ketika saya campukan dengan kosep keTuhanan, mereka gagap, emosi memuncak, dan keluarlah sumpah serapah yang ditujukan kepada saya. Kalem, saya sama sekali tidak menganggap serius hinaan dari kalian. Bahkan ada yang dengan sombongnya bahwa saya mempunyai penyakit psikologis, denial, hanya karena saya sering meluapkan ‘rasa kecewa’ saya dalam bentuk tulisan. Sekali lagi, seorang penulis harus bisa memancing emosi dan reaksi dari para pembacanya. Sedangkan masalah fiksi dan non fiksi, pasti selalu saya sebutkan “saya sendiri pernah bla bla bla”. Jika dalam tulisan yang saya buat tidak ada kalimat “saya sendiri,,,”, berarti itu hanya fiski. Maka janganlah mudah mengklaim bahwa saya mempunyai penyakit psikologis, denial. Karena seperti yang saya sebutkan tadi, bahwa seorang penulis harus bisa memancing emosi dan reaksi dari para pembacanya. Itulah kenapa saya bilang bahwa untuk memaknai sebuah seni, sangatlah sulit. Seni dalam bentuk fisik saja mereka banyak yang meremehkan dan terjebak, apalagi dalam bentuk non fisik seperti tulisan saya? Jelas mereka semua akan gagap memaknai sebuah seni.
Lalu pada tulisan yang berjudul “Siapakah Tuhan?”, juga terdapat makna tersirat. Bukan masalah eksistensialisme semata, tapi juga bagaimana memaknai “Tuhan” itu sendiri.

Pada tulisan itu terdapat kalimat yang saya ulangi terus menerus yang intinya mempertanyakan “siapakah Tuhan, kenapa tidak bisa begini, begitu, bla bla bla. Lalu di manakah Tuhan.” Padahal dalam postingan Syekh Siti Jenar dan quote “saya baru ngopi bareng Tuhan”, sudah saya jelaskan bahwa Tuhan itu menyatu dengan diri saya, menyatu dengan setiap orang. Lalu untuk apalagi saya mempertanyakan tentang “eksis”nya Tuhan? Saya sudah mendapatkan apa yang saya mau, yaitu ‘menyatu dengan Tuhan’. Saya tidak perlu repot-repot rajin beribadah, karena sudah pernah saya jelaskan bahwa: jika tidak bisa 5 waktu, 4 waktu juga tidak mengapa, namun jangan sampai 0 waktu. Urusan surga dan neraka, biar itu menjadi sebuah misteri.
Dari awal pembahasan sudah saya sebutkan bahwa saya ingin mengajak kalian untuk bisa memaknai diri sebagai seorang manusia, salah satu yang saya tekakan yaitu dengan berusaha sendiri tanpa bergantung kepada makhluk lain guna meningkatkan taraf hidup. Namun sayangnya, masih banyak sekali manusia yang tidak memanusiakan manusia, tidak sanggup memaknai diri sebagai manusia yang seutuhnya. Terbukti dengan banyaknya sumpah serapah yang saya terima, terbukti dengan adanya klaim bahwa saya mengidap penyakit psikologis, denial.
Catatan: bagi kamu yang merasa pernah menganggap bahwa saya mempunyai penyakit psikologis dan mengambil kesimpulan dari semua tulisan yang saya posting. Selamat, anda benar-benar terlihat bodoh walaupun anda mempunyai banyak ilmu tentang psikologis. Saya bukan pakar filsafat, bukan pakar sejarah, bukan pakar politik, bukan juga pakar agama. Tapi yang perlu anda ketahui, bahwa saya biasa membaca karakter seseorang, namun tentunya bukan dari tulisan di media sosial. Tapi dengan: kontak mata, wajah, tulisan tangan, intonasi. Tentunya saya juga bukan ahli psikolog seperti anda yang menganggap saya mempunyai penyakit psikologis, denial. Saya hanya manusia biasa yang mencerna segala ilmu secara random.

By.Mr A

Komentar

Postingan Populer