Antitesis Agustus Tentang Gerakan Kiri dan Pilpres 2019


Karena sudah lama tidak membuka twitter, pagi ini saya memutuskan untuk membukanya, dan, rada kaget juga ada tesis dari IndoProgress di beranda yang berjudul “Tesis Agustus Tentang Gerakan Kiri dan Pilpres 2019”. Dari judulnya menarik, saya lanjutkan untuk membacanya. Setelah membacanya, ada beberapa poin yang saya setuju dengannya, ada beberapa poin yang saya tidak menyetujuinya, dan ada beberapa poin yang menurut saya ‘aneh’ karena tesis itu disampaikan oleh orang kiri. Saya tidak akan menyanggah, saya hanya akan sedikit beropini mengenai isi pembahasan. Saya juga tidak mengklaim diri saya sebagai intelektual kiri, aktivis kiri, sejenisnya. Saya jelas tidak mempunyai kapasitas untuk menyanggah sebuah tesis. Hanya kebetulan saya suka menulis, suka mengkritisi, dan ijinkanlah saya untuk beropini mengenai poin-poin dalam tesis tersebut.

Poin satu pada sub-poin: gerakan kiri hari ini tidak punya dampak signifikan pada perpolitikan Indonesia, baik secara aktual maupun potensial. Memang saya sendiri mengakui kalau gerakan kiri tidak mempunyai pengaruh, bahkan, tidak ada apa-apanya dalam perpolitikan saat ini. Itu karena ‘minimnya’ kepercayaan pada tokoh yang bersaing pada Pilpres 2019, terutama dalam menjamin kebebasan berpendapat. Lalu pada sub-poin: Pilpres 2019 akan berjalan dengan atau tanpa gerakan kiri. Memang, nyatanya setiap orang memiliki paham yang berbeda-beda. Dengan atau tanpa suara dari gerakan kiri, proses demokrasi akan tetap berlangsung. Katanya ratusan tulisan kiri tentang buruknya politik elektoral borjuis, tidak akan mengubah politik elektoral borjuis. Memang, tapi setidaknya dengan ratusan tulisan tersebut akan berdampak pada hilangnya ‘kepercayaan’ untuk menggunakan hak pilihnya.

Poin dua pada sub-poin: golput bukan sikap kritis, justru sebaliknya, memillih sikap golput di 2019 adalah bersikap naif. Sorry, naif? Faktanya yang memilih untuk golput bukan hanya dari golongan kiri. Golongan kanan yang tadinya pro kepada Jokowi, juga sebagian memutuskan untuk golput. Golput bukan naif, tapi sebuah sikap ketegasan melihat carut-marutnya perpolitikan yang ada saat ini.

Sub-poin yang berikutnya, masuk ke medan elektoral bukan berarti berhenti menjadi sekedar reawan, melainkan mengupayakan kemungkinan untuk mengambil posisi dalam rezim yang akan menang. Bukankah itu sama saja dengan kita menjadi seorang penjilat? Pecundang yang hanya berlindung dan ‘nebeng’ pada parpol lain? Justru sikap seperti inillah yang seharunya dikata dengan sebutan “naif”.
Poin ketiga “mendukung Jokowi lebih menguntungkan bagi gerakan kiri daripada mendukung Prabowo di Pilpres 2019”. What? Setau saya, Prabowo maupun Jokowi, sama saja, tidak ada bedanya. Kita seolah skeptis terhadap Prabowo, padahal Prabowo belum menunjukkan kemampuannya dalam memimpin negara. Kita coba berkaca pada Amerika Serikat. Obama sosok Sosialis-Demokrat, digantikan dengan Donald Trump yang seorang Liberalis. Faktanya sanksi-sanksi berjatuhan kepada negara lain oleh sebab Trump. Dollar perkasa juga oleh sebab Trump. Imigran gelap kocar-kacir juga oleh sebab Trump. Saya berkata demikian bukan berarti saya mendukung Prabowo selayaknya Trump yang banyak ditolak oleh mayoritas opini. Saya berkata demikian bukan berarti saya mendukung Prabowo untuk menjadi Presiden. Karna apa? Kemampuan dari seorang tokoh politik harus diuji dahulu sebelum dicerca. Sub-poin dari poin ketiga tertulis, “Soekarnois adalah pilihan terdekat bagi gerakan kiri”, “mendukung Jokowi berarti menyelamatkan demokrasi”. What? Seriously? Jokowi bersama jajarannya itu bentuk dari neolib yang sudah saya bahas pada esai “Mewaspadai Intervensi IMF”. Terbukti dengan terbuka lebarnya keran bagi investor asing untuk menguasai proyek Geothermal, terbukti dengan berlanjutnya MP3EI. Mendukung Jokowi berarti menyelamatkan demokrasi? Apa kabar dengan pembubaran diskusi kiri pada semptember tahun 2017, apa kabar dengan pembungkaman mahasiswa yang berdiskusi tentang ospek, apa kabar dengan kriminalisasi terhadap beberapa aktivis, dan masih banyak lagi. Apakah itu yang disebut “menyelamatkan demokrasi”??? ketika saya membahas tentang kiri, teologi, teis dan ateis, pendukung Jokowi saja menyerang saya secara bertubi-tubi, berkata ini itu bla bla bla.
Apakah itu yang disebut dengan menyelamatkan demokrasi? Masih pada sub-poin yang sama. Katanya gerakan kiri yang menolak Jokowi sebetulnya sedang menggali kuburnya sendiri. Tanpa menolak pun, gerakan kiri sedang dicoba untuk dikubur hidup-hidup. Sudah berapa banyak orang-orang kiri yang dibungkam oleh pendukung Jokowi? Bahkan saya masih ingat betu ketika pemilik akun gerakan kiri sedang dikejar oleh aparat dari pendukung Jokowi.
Sub-poin berikutnya tertulis “mendukung Jokowi berarti mendukung agenda Soekarnois”. What? Jokowi seorang Soekarnois? Sejak kapan seorang Soekarnois bertekuk lutut di hadapan pemilik modal? Sejak kapan Soekarnois mengabaikan kaum Marhaen? Katanya partai penyokong Jokowi seorang Soekarnois, harga BBM naik, PDIP diam saja, tidak seperti ketika SBY berkuasa. Apakah sikap PDIP merupakan agenda dari seorang Soekarnois? Pada poin keenam jelas sekali menunjukan sikap skeptis. Katanya jumlah aktivis kiri, seupil. Katanya mutu kader kiri, demoralisasi. Katanya golput berarti menjadi insignifikasi. Katanya, Jokowi ruang demokrasi diamankan. What the hell, kenapa mesti tidak percaya diri dengan jumlah yang ‘kecil’ itu.
Saya tidak menolak Jokowi maupun Prabowo. Saya menolak orang-orang yang ada dibelakang mereka. Saya menolak agenda neolib yang merampas ruang hidup orang banyak. Koneksi antara Soeharto-SBY-Jokowi terbukti secara nyata dengan dianjutkannya MP3EI. Donatur di belakang Jokowi juga tidak main-mian. Karna apa? Para pemilik modal saling bersaing, saling menerkam, saling membunuh demi mengamankan posisi mereka, demi merebut konsumen mereka, demi melanggengkan penghisapan mereka. Bukankah selalu demikian? Pemilik modal versus pemilik modal untuk mencaplok kekayaan Indonesia. Ya, seperti yang pernah saya singgung bahwa Indonesia hanya dijadikan ajang untuk adu kekuatan. Yang menang? Jelas mereka yang mempunyai jasa atas terpiihnya Presiden pada masa yang akan datang.

By. Mr.A

Komentar

Postingan Populer