Kolonialisme Lokal


“Engkau mesti sadar, sebaik-baik mengikis kolonialisme dalam apa bentuk jua. Bukan dengan menunjukan kesalahan musuh, tapi dengan kekuatan menolaknya”. Abu Yazid Abidin dalam Mata Di Jendela.
Meminjam kalimat dari beliau, masyarakat Indonesia saat ini sedang terkotak-kotak. Bukan oleh kolonialisme asing, melainkan kolonialisme lokal. Mungkin konteks yang akan saya bahas di sini berbeda dengan konteks yang dimaksud oleh Abu Yazid. Namun sama konteksnya, tentang kolonialisme, namun dalam cakupan penduduk lokal. Pengertian kolonilaisme secara umum yaitu di mana suatu negara menjajah negara lain namun masih berhubungan dengan negara asal tersebut. Nah sedangkan kolonialisme lokal yang saya maksud ialah di mana suatu kelompok menjajah atau menguasai [bukan SDA kelompok lain. Red] kelompok lain dan memaksakan paham dari kelompok tersebut agar diterima oleh kelompok lain.
Sebenarnya saya rada sanksi jika menyebut kelompok tersebut dengan sebutan wahabi. Karena teman saya juga wahabi, namun tidak suka mengkafirkan, tidak suka membid’ahkan. Bahkan teman saya hidup di lingkungan NU, sekolah di sekolah NU dan mendapatkan rejeki dari orang yang tidak sealiran dengannya. Saya lebih suka menyebut kelompok yang suka mengkafirkan itu dengan sebutan wahaboy. Lalu, kolonialisme apa saja yang dipaksakan oleh wahaboy tersebut? Saya ingin sedikit mengutarakan apa yang mengganjal di pikiran saya.
Yang pertama yaitu masalah “janggut”. Kita semua tahu bahwa janggut mereka panjang, tebal, lebat layaknya hutan belantara. Saya sendiri rada parno jika melihat orang yang mempunyai janggut seperti itu. Mereka beranggapan bahwa memanjangkan janggut merupakan sunnah dari Rasulullah. Padahal setahu saya, Rasul hanya menyuruh umatnya [laki-laki] untuk memelihara janggut.
Memanjangkan janggut dan memelihara janggut tentunya mempunyai makna yang berbeda. Memanjangkan janggut berarti membiarkan janggut tersebut tumbuh memanjang. Sedangkan memelihara, berarti merawat. Merapihkan janggut, memotong janggut agar tidak terlalu panjang, membersihkannya setiap saat. Itu yang dinamakan dengan ‘merawat’. Sama halnya dengan kita memotong kuku, membersihkan kotoran yang kuku. Bukan malah memanjangkan kuku, membiarkan kuku kita kotor. Sama halnya dengan rambut. Memangkasnya, menyisir, memakai shampoo. Bukan malah membeiarkan rambut kita tidak terawat, panjang dan lebat. Saya rasa pemaknaan ‘memanjangkan’ dan ‘memelihara’ sudah sangat jelas saya paparkan.
Lalu yang kedua masalah cadar dan niqab. Saya sudah sering sekali menyinggung masalah cadar dan niqab. Itu merupakan budaya yang ada di timur tengah. Para perempuan memakai cadar dan niqab untuk menghindari debu padang pasir, polusi udara yang disebabkan oleh cuaca yang sangat terik. Itu bukan ajaran islam, itu budaya timur tengah. Seperti halnya blankon, peci, sarung. Apakah orang timur tengah juga memakai peci? Sarung? Tidak. Namun ketika saya berkata bahwa cadar dan niqab merupakan budaya timur tengah, mereka semua tersinggung, kelonjotan. Padahal orang yahudi juga memakai hijab, kristen ortodoks juga memakai hijab. Sedangkan menurut saya, hijab digunakan oleh kaum perempuan di timur tengah untuk melindungi kulit kepala. Saya ingin bertanya, ketika kalian berada di wilayah yang sangat terik, sangat panas tanpa menggunakan pelindung kepala, pasti kulit kepala kalian akan merasa gatal, right? Sama halnya dengan hijab. Hijab untuk melindungi kulit kepala dari terik matahari di timur tengah. Sedangkan kaum pria di timur tengah memakai penutup kelapa juga. Saya tidak tahu namanya, penutup kepala yang juga dipakai oleh ikon mi instan merek sarimi. Pria dari kaum yahudi, kristen ortodoks, juga memakai pentup kepala yang sama. Sekali lagi, cadar, niqab, hijab, penutup kepala untuk pria, itu semua budaya timur tengah.
Jika islam menyuruh umatnya untuk menggunakan segala pelindung tersebut, bagus. Itu artinya islam sangat sayang kepada umatnya. Namun jangan paksakan pelindung tersebut di Indonesia, karena cuaca di negara kita tidak sepanas cuaca di timur tengah ketika siang hari.
Lalu ketika wanita Indonesia [muslimah] hendak mengenakan hijab, apakah dilarang? Tidak. Sama sekali tidak dilarang. Namun jangan dipaksakan. Itu hak masing-masing individu. Namun perkara niqab dan cadar, saya mempunyai persepsi lain. Niqab maupun cadar bisa digunakan oleh penjahat untuk menyamar dan jika hal tersebut terjadi, tentu yang akan dirugikan secara khusus ialah umat islam.
Sebenarnya wahaboy ini merupakan produk impor dari Arab Saudi, namun saya menyebutnya dengan ‘kolonialisme lokal’ karena banyak sekali orang lokal yang sudah masuk ke dalam sekte tersebut dan menyebarkannya.
Menurut saya kolonialisme wahaboy merupakan penjajahan gaya baru. Bayangkan saja jika sekte wahaboy berhasil menguasai pemerintahan, merombak segala hukum yang ada, memaksakan budaya dari timur tengah agar masyarakat Indonesia mengikutinya. Ini merupakan bentuk penjajahan. Dan kita harus
melawannya mengingat rakyat Indonesia terdiri dari berbagai suku, budaya dan agama.
By Mr.A

Komentar

Postingan Populer