God Hates State



Meminjam kalimat “God Hates State” walau sebenarnya saya bukan penganut Anarko, dan, hanya memiliki satu buku yang berjudul “Tuhan dan Negara” dari Bapak Anarko, Mikhail Bakunin, saya mencoba untuk merefleksikan doktrin nakal tersebut.
Jika kita mencoba mencari tahu mengenai “God Hates State” di mesin pencarian google, lalu memilih opsi image, maka akan ditemukan banyak sekali gambar tentang perilaku manusia yang seolah-olah ia ‘Tuhan’. Entah apa makna dari berbagai macam gambar itu, perlu berfikir keras untuk memahaminya. “Polisi dan Kekerasan” sangat melekat, dan, sepertinya makna yang ingin ditunjukan yaitu tentang sikap yang ‘mutlak’ harus melekat pada para polisi.
Mungkin akan ada banyak yang berkata bahwa “tidak semua polisi seperti itu. Jangan dipukul rata.” Lalu apa hubungannya “polisi” yang beringas, dengan “Tuhan membenci negara”? Polisi adalah aparatur negara. Pada thread yang pernah saya publikasikan, saya berkata bahwa “Negara persis dengan Tuhan yang mempunyai aturan dan sikap mutlak dan memaksa”. Rakyat dipaksa untuk tunduk kepada negara, rakyat dipaksa untuk mengalah yang katanya demi kebaikan bersama. Padahal rakyat yang bersangkutan melakukan pembangkangan, atas dasar yang kuat. Yaitu untuk menuntut keadilan.
Ada satu esai menarik yang mungkin bisa merefleksi pikiran kita semua mengenai tema kali ini.
Keadaan menjadi semakin runyam tatkala suatu pihak berlindung di balik logika birokrasi untuk mengidentifikasi keadilan dengan peraturan dan undang-undang, kemudian antara peraturan serta undang-undang dan otoritas pemerintahan dan otoritas negara. Padahal, realitas permasalahan tersebut menunjukan polarisasi antara negara dan rakyat. “Film” realitas tersebut akhirnya menjadi surreal dan mungkin horor: di satu pihak ada pemerintah dengan wajah negara, di lain pihak ada rakyat berwajah pembangkang negara. Padahal, pemerintah tidak selalu sama dan sebangun dengan negara. Bahkan, bisa saja kepentingan pemerintah berbeda atau bertentangan dengan kepentingan negara.
God Hates State, suatu doktrin sekaligus propaganda mematikan yang mempunyai esensi yang sangat dalam. Di dalamnya bersemayam rasa ‘kemanusiaan’, di dalamnya terdapat perintah untuk menghapuskan segala bentuk penindasan, penjajahan.
Namun sayangnya banyak orang yang justru membenci kalimat “God Hates State” tanpa kemauan untuk mempelajarinya. Mereka menganggap remeh pecinta “God Hates State” hanya karena dianggap sebagai pembangkang kepada negara. ‘mereka’ dituntut untuk menaati segala peraturan yang dibuat oleh negara [melalui pemerintah]. Padahal peraturan itu sangat dibenci oleh Tuhan, karena di dalamnya terdapat kebengisan, penindasan, penjajahan. Lalu siapakah kita yang mendukung bentuk penindasan tersebut? Rasanya sangat pantas jika manusia dijuluki sebagai “Makhluk Yang Paling Buas”.
Padahal juga, wajah pembangkang rakyat itu tercipta dari tidak dilibatkannya mereka dalam pengambilan keputusan [Lingsem, Gelandangan Di Kampung Sendiri. Emha Ainun Nadjib].
Saya tidak membutuhkan waktu lama untuk mencerna esai dari Cak Nun. Karena contoh kasus yang disajikan, merupakan kasus ketika masa Orde Baru. Sedangkan pada masa sekarang, juga banya kasus yang sama. Misalnya kasus Kulon Progo dalam kisruh proyek pembangunan New Yogyakarta International Airport. Ada banyak warga yang menuntut haknya. Sebagian dari mereka ada yang menerima ganti rugi yang tidak sesuai dengan kesepakatan. Sebagiannya lagi ada yang tetap mempertahankan tanahnya. Sedangkan sebagiannya yang lain tidak diajak untuk berdiskusi, bertukar pikir, atas pengambilan keputusan pembangunan NYIA.
Bukankah negara ini milik rakyat? Kenapa seolah rakyat dikhianati oleh sesama rakyat yang lain? Bukankah mereka [birokrat, politikus, dkk] bisa menikmati kursi kekuasaan, juga berkat rakyat? Itulah poin penting yang kebanyak orang lupa. Bahkan, rakyat yang lain [luar daerah] hanya bisa mencaci. Padahal rakyat yang lain itu tidak merasakan penderitaan rakyat yang bersangkutan. Lalu rakyat yang satunya lagi [satu daerah] seolah sinis dengan perjuangan rakyat yang bersangkutan. Katanya pembangunan NYIA untuk kemajuan kota mereka. Tapi yang sering dilupa oleh rakyat yang satunya lagi itu, walaupun mereka satu daerah, mereka tidak ikut merasakan penderitaan rakyat yang bersangkutan.
Jika negara melalui aparat, birokrasi, politikus, menindas rakyat yang lainnya. Apakah Tuhan mutlak menyukai negara yang dimaskud? Bahkan semua negara sering melakukan penindasan atas nama negara, atas nama kepentingan, atas nama kebaikan bersama, atas nama kemajuan. Padahal Tuhan sangat membenci orang yang menindas orang lain. Tuhan tidak menginginkan ada penderitaan. Bahkan Tuhan melalui semua kitabnya, menyuruh untuk peduli terhadap sesama, membantu, menghilangkan segala bentuk penindasan.
By. Mr.A

Komentar

Postingan Populer